Pada tahun 2024, Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 20 juta penderita diabetes melitus. Prevalensi diabetes di Indonesia semakin meningkat, dan negara ini termasuk dalam lima besar dunia dengan jumlah kasus diabetes tertinggi.
Poso, Sulawesi Tengah | Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes melitus (DM) tertinggi ke-5 di dunia, sebanyak 19,5 juta penderita, berdasarkan data Federasi Diabetes Internasional (IDF) 2021. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 28,6 juta pada 2045 bila tidak segera ditangani mengingat prevalensinya yang tinggi. Pada tahun 2023, menurut catatan Kemenkes, prevalensinya sebesar 11,7 persen, dan terus meningkat.
Siti mengatakan, keadaan ini mengkhawatirkan dan bisa mengancam upaya Indonesia mewujudkan Indonesia Emas 2045.
“Maka di tahun 2045 generasi SDM (sumber daya manusia-red) emas yang kita impikan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara maju itu tentunya akan sangat sulit tercapai ya, jadi bonus demografi yang kita harapkan akan memberikan manfaat untuk seluruh masyarakat kita itu akan tentunya hanya menjadi Impian,” kata Siti Nadia dalam Temu Media Hari Diabetes Sedunia, Selasa (19/11) secara daring, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia pada tanggal 14 November yang pada tahun ini mengangkat tema Diabetes dan Kesejahteraan.
Sejumlah referensi menyebutkan diabetes melitus (DM) atau kencing manis adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Penyakit ini terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara memadai atau tidak merespon insulin secara normal. Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang fatal seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kebutaan, amputasi, dan bahkan kematian.
Menurut Siti prevalensi diabetes melitus di Indonesia mengalami peningkatan dari 5,7 persen pada 2007 menjadi 11,7 persen pada 2023, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Yang memprihatinkan, katanya, hanya satu dari 4-5 orang penderita mengetahui bahwa mereka menderita diabetes dan hanya 1 dari 4-5 orang penderita diabetes yang mendapat tatalaksana di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kementerian Kesehatan pada tahun 2025 mendatang akan melaksanakan program skrining ulang tahun yaitu kegiatan memeriksa kesehatan setiap seseorang berulang tahun.
“Kita akan mulai di SD (Sekolah Dasar) untuk mendeteksi terutama ya mungkin DM tipe 2 tapi DM tipe 1 juga kita upayakan disini sambil meningkatkan awareness dari petugas kesehatan kita jangan sampai nanti anak-anak hadir pada saat kegawatdaruratan baru diketahui bahwa dia terkena DM tipe 1,” papar Siti Nadia.
Diabetes Melitus Pada Anak
Direktur Eksekutif International Pediatric Association, Profesor Aman Pulungan mengungkapkan, di seluruh dunia diperkirakan ada 12 juta anak yang mengidap diabetes melitus tipe 1, semenatara di Indonesia, berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2017 hingga 2019 terdapat 1.249 anak dengan diabetes melitus tipe 1.
Aman mengatakan, angka sesungguhnya diperkirakan lebih tinggi mengingat, rendahnya kesadaran terhadap penyakit tersebut, kurangnya diagnosis dan kekeliruan diagnosis. Diabetes melitus tipe 1 adalah kondisi di mana tubuh benar-benar berhenti memproduksi insulin karena kerusakan sel pankreas sehingga pasien harus menerima suplai insulin dari luar tubuh secara rutin. “Nah usia saat terdiagnosis itu paling banyak memang usia ini, 5 sampai 14 tahun. Jadi kalau mau kita skrining itu idealnya ya pas anak mulai sekolah, tapi kalau misalnya kita anak kelas 1, kelas 2 masih belum mau, mungkin di kelas 3 kita ambil atau di kelas 4, jadinya kita ambil skrining untuk diabetes,”kata Aman Pulungan.
Perlu Banyak Aktivitas Gerak
Tri Juli Edy Tarigan dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia mengatakan penyandang diabetes melitus perlu memiliki pola makan yang baik dan konsisten,, aktivitas gerak yang memadai (6 ribu hingga 10 ribu langkah per hari), tidur yang memadaidan bebas stres.
“Tetap aktif dan bekerja seperti biasa, cari kegiatan, cari pekerjaan. Jangan jadi down terus di rumah saja, tidak mau ke sana ke mari. Travelling tetap jalan, kerja tetap baik, bergaul dan diabetes tidak menghalangi orang bermanfaat untuk orang lain,” kata Tri .
Tri menyarankan pemerintah juga gencar menciptakan fasilitas umum yang mendorong masyarakat rajin berjalan kaki. “Ini yang dilakukan di negara-negara maju, penduduknya tanpa terasa mereka sama-sama melakukan pencegahan obesitas, sama-sama melakukan pencegahan prediabetes, sama-sama melakukan pencegahan diabetes tipe 2 karena rekayasa sosial yang diciptakan oleh regulator,” jelas Tri Juli Edy. [yl/ab]