Ilustrasi burung liar pembawa virus H5N5. (Foto: Ilustrasi AI)
Kasus pertama infeksi virus H5N5 ke manusia bikin heboh dunia. Ahli epidemiologi dari Griffith University, dr Dicky Budiman, bilang risikonya ke Indonesia kecil tapi tetap nggak boleh santai.
JAKARTA | Kasus Perdana Virus H5N5 di Manusia: Dunia Auto Waspada
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, virus H5N5 yang selama ini dikenal cuma nyerang hewan akhirnya menular ke manusia. Kasus ini muncul di Washington, Amerika Serikat, dan bikin geger dunia medis. Pasiennya seorang lansia yang awalnya ngalamin demam tinggi, kebingungan, dan gangguan napas.
Setelah seminggu dirawat intensif, hasil pemeriksaan nunjukin kalau dia positif terinfeksi virus H5N5, jenis baru dari flu burung yang selama ini cuma ditemukan di hewan.
Menurut laporan The Washington Post, pasien ini masih dalam kondisi serius dan belum pulih sepenuhnya.
dr Dicky Budiman: “Kemungkinan Masuk ke Indonesia Itu Kecil, Tapi Nggak Nol”
Menanggapi kabar ini, dr Dicky Budiman, ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, langsung kasih penjelasan biar masyarakat nggak panik tapi juga nggak cuek.
“Untuk masyarakat Indonesia, risikonya bukan nol, tapi sangat rendah. Kalau kamu nggak punya kontak sama unggas, ya nggak perlu panik. Tapi tetap harus waspada,” kata dr Dicky saat dihubungi iNews.id, Rabu (19/11/2025).
Menurutnya, potensi virus H5N5 nyebar ke Indonesia masih kecil, tapi bukan berarti mustahil. Soalnya, Indonesia termasuk negara yang dilewati jalur burung migrasi, dan burung-burung ini bisa aja bawa virus flu burung lintas benua.
Faktor Risiko: Dari Burung Migrasi sampai Pasar Basah
dr Dicky ngejelasin, ada beberapa hal yang bisa menaikkan risiko virus ini nyampe ke Indonesia:
Jalur burung migrasi. Banyak burung liar dari luar negeri yang lewat Indonesia. Kalau ada yang bawa virus, bisa nyebar ke unggas lokal.
Peternakan kecil dan pasar unggas hidup. Banyak peternakan tradisional dan pasar basah di Indonesia yang belum punya sistem kebersihan dan keamanan (biosecurity) yang kuat.
Biosecurity yang masih lemah. Ini PR besar buat pemerintah dan peternak. Kontrol terhadap burung liar dan unggas di pasar harus lebih ketat.
“Kalau bicara biosecurity di Indonesia, apalagi soal burung liar, kondisinya memang masih lemah,” lanjut dr Dicky.
Tapi Tenang, Ada Faktor yang Bikin Risiko Jadi Rendah
Kabar baiknya, Indonesia itu negara kepulauan, jadi penularan dari Amerika Serikat tempat kasus pertama ditemukan secara geografis susah banget terjadi langsung.
“Jadi meskipun risikonya ada, tapi kecil banget. Tapi tetep, jangan sampai kita lengah,” tegasnya.
Ilustrasi pasien infeksi virus H5N5, kasus pertama di dunia. (Foto: Ilustrasi AI)
Apa yang Harus Dilakukan?
dr Dicky nyaranin pemerintah dan masyarakat buat tetap sigap dan siap, terutama di sektor peternakan unggas. Beberapa langkah penting yang dia sebut antara lain:
Perkuat surveilans dan deteksi aktif di area berisiko tinggi: pesisir, pasar unggas, dan jalur migrasi burung air.
Upgrade kapasitas laboratorium dan sistem pelaporan kasus biar respon cepat kalau ada kejadian mencurigakan.
Latih peternak dan pekerja unggas biar paham pentingnya biosecurity dan cara mencegah penyebaran virus.
“Kuncinya adalah kesiapan. Jangan tunggu virusnya datang baru panik,” tutup dr Dicky.
Kesimpulan: Jangan Panik, Tapi Tetap Siaga
Meski risiko virus H5N5 masuk ke Indonesia sangat kecil, kasus ini jadi pengingat bahwa virus flu burung terus berevolusi. Dunia udah belajar banyak dari pandemi sebelumnya, jadi sekarang waktunya buat lebih cepat, lebih siap, dan lebih waspada.