JAKARTA | Pemerintah melaporkan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 dengan defisit mencapai Rp507,8 triliun atau 2,29% dari produk domestik bruto (PDB). Meski defisit ini lebih kecil dari target pertengahan tahun sebesar Rp609,7 triliun, ekonom menilai hal ini menunjukkan pengelolaan anggaran negara yang masih perlu perbaikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa penerimaan negara pada 2024 mencapai Rp2.842,5 triliun, naik 2,1% dibanding 2023. Pendapatan ini terdiri dari pajak, bea cukai, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan hibah. Di sisi lain, belanja negara meningkat 7,3% menjadi Rp3.350,3 triliun, dengan belanja kementerian/lembaga menyumbang angka terbesar.
Namun, defisit APBN 2024 yang melebar dibanding tahun sebelumnya (2023: 1,65% dari PDB) menjadi perhatian. Pengamat ekonomi Yusuf Wibisono menilai tren ini menandakan melemahnya semangat konsolidasi fiskal yang sebelumnya berhasil dipertahankan pasca pandemi.
Tantangan di 2025
Sri Mulyani memperingatkan bahwa tahun 2025 akan penuh tantangan, terutama dari tekanan krisis iklim, kondisi geopolitik global, dan potensi inflasi. Yusuf menambahkan, target defisit 2025 yang dipatok sebesar 2,53% dari PDB mencerminkan kompromi politik yang tinggi. Program-program unggulan pemerintahan baru, seperti pencetakan sawah dan pembangunan rumah rakyat, perlu diimbangi dengan strategi peningkatan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat.
Meski begitu, pemerintah optimis bahwa pengalaman menghadapi ketidakpastian di masa lalu akan membantu mereka menjaga stabilitas ekonomi. Namun, keberhasilan ini akan sangat bergantung pada upaya kolaboratif untuk menjaga disiplin fiskal dan mencari terobosan baru dalam pengelolaan anggaran.[gi/ka]