Presiden AS Donald Trump, ibu negara Melania Trump dan presiden FIFA Gianni Infantino menghadiri final Piala Dunia Antarklub FIFA di Stadion MetLife di East Rutherford, New Jersey, AS, 13 Juli 2025. (REUTERS/Kevin Lamarque)
JAKARTA | Ada kabar panas dari Washington dan Jakarta! Pemerintah Amerika Serikat (AS) baru aja ngumumin kesepakatan dagang bareng Indonesia. Yang bikin rame, selain soal tarif impor, ada juga poin sensitif soal transfer data pribadi warga RI ke AS.
Info ini muncul langsung di situs resmi Gedung Putih dengan judul ‘Joint Statement of Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade’.
photo: Tangkapan layar website The Guardian
Tarif Impor Turun, Tapi Ada Syarat
Lewat deal ini, tarif impor produk Indonesia ke AS resmi dipatok 19%, turun lumayan jauh dari ancaman tarif 32% sebelumnya. Presiden AS Donald Trump bilang deal ini nggak main-main karena dia langsung ngobrol sama Presiden RI Prabowo Subianto sebelum kesepakatan diteken.
Tapi yang bikin heboh, salah satu poin di deal ini nyangkut ke urusan data pribadi. Indonesia sepakat kasih kepastian soal kemampuan buat transfer data pribadi ke luar negeri, khususnya ke AS.
“Indonesia bakal atasi hambatan yang ngeganggu perdagangan digital, jasa, sama investasi. Termasuk kasih kepastian soal transfer data pribadi ke Amerika Serikat,” tulis pernyataan resmi itu, Kamis (24/7/2025).
Data Pribadi Warga RI Jadi Isu
Ada juga dokumen pendamping berjudul ‘Fact Sheet: The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal’ yang ngejelasin kalau transfer data bakal dilindungi sesuai hukum Indonesia. Jadi, AS diakui sebagai negara yang harus punya perlindungan data setara.
Masalahnya, UU PDP (Pelindungan Data Pribadi) kita udah jalan sejak Oktober 2024, tapi badan pengawasnya belum bener-bener aktif. Artinya, eksekusinya masih setengah jalan. UU ini sifatnya ekstrateritorial, jadi berlaku juga buat perusahaan asing yang ngolah data warga RI.
Di UU PDP, Pasal 55-56 ngomong jelas soal aturan transfer data keluar negeri. Intinya, data cuma boleh dikirim ke negara yang perlindungan datanya setara atau lebih ketat dari UU kita. Kalau nggak setara, wajib ada perlindungan tambahan atau bahkan persetujuan langsung dari pemilik data.
Kepala PCO Hasan Nasbi sempat jelasin,
“Ini murni buat urusan komersial, bukan soal data kita dikelola negara lain. Cuma buat tukeran barang sama jasa, butuh transparansi siapa beli siapa jual. Jadi transfer data tetep sesuai UU PDP dan cuma ke negara yang bisa jamin keamanan data,” katanya.
PR Besar: AS Belum Punya UU Data Komprehensif
Nah, problemnya, AS sampai sekarang belum punya UU pelindungan data pribadi yang spesifik kayak Uni Eropa dengan GDPR-nya. Makanya, ada kemungkinan besar AS belum dianggap “setara”. Artinya, kalau ada data warga RI yang nyebrang ke server di AS, perusahaan kayak Google, AWS, Meta (pemilik WhatsApp, IG, FB) harus minta izin dulu ke pemilik data.
Dampaknya gede banget buat layanan cloud dan medsos yang beroperasi di Indonesia.
Aturan Penyimpanan Data di RI
Buat yang lupa, ada juga aturan penyimpanan data di PP No. 71 Tahun 2019. Intinya, data sektor publik harus disimpen di server Indonesia. Data swasta boleh di luar negeri, tapi ada pengecualian buat transaksi keuangan yang wajib stay di server lokal.
Respon Pemerintah RI
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, bilang pihaknya masih mau koordinasi sama Menko Perekonomian buat bahas deal ini lebih detail.
“Kami dapet undangan koordinasi dari Menko Perekonomian. Besok (24/7/2025) bakal ada statement resmi,” kata Meutya di Istana Kepresidenan.