Dua anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal Geumseongsusan 135, yang tenggelam di sekitar perairan Jeju, 24 kilometer dari barat laut d Pulau Biyangdo, Jeju, Korea Selatan, belum ditemukan hingga kini.
Jakarta | Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha kepada VOA di Jakarta, Minggu (10/11), menjelaskan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Seoul telah menerima laporan dari patroli laut Korea Selatan pada Jumat lalu tentang karamnya Kapal Geumseongsusan 135 itu.
Kapal penangkap ikan sarden seberat 129 ton tersebut berawak 27 anak buah kapal, terdiri dari 16 warga Korea Selatan dan sebelas orang Indonesia. Hingga saat ini, 11 ABK dilaporkan hilang dan pencarian masih terus dilakukan.
“Dari insiden tersebut, 12 (awak) dinyatakan hilang, dua di antaranya warga negara Indonesia. (Sebanyak) anak buah kapal ditemukan selamat dimana sembilan di antaranya adalah warga negara Indonesia, dan dua ditemukan meninggal dimana keduanya adalah warga negara Korea,” katanya.
Segera setelah menerima informasi itu, lanjutnya, Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Seoul langsung bergerak menuju kedan bertemu Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Keamanan Dalam Negeri negara itu, Gubernur Jeju, serta Kepala Pusat Komando Manajemen Kecelakaan Korea Selatan untuk mengokordinasikan langkah-langkah penyelamatan.
Judha menambahkan Kuasa Usaha KBRI Seoul juga sudah bertemu dengan sembilan awak kapal dari Indonesia yang selamat dan kondisi mereka saat ini dilaporkan baik dan sehat. KBRI di Seoul juga terus memantau keadaan sembilan anak buah kapal tersebut.
Dia menjelaskan upaya pencarian terhadap awak Kapal Geumseongsusan 135 yang hilang masih terus dilakukan. Sesuai standar operasi prosedur yang berlaku di Korea Selatan, proses pencarian terhadap korban tenggelam tersebut akan berlangsung selama tiga hari.
Judha mengatakan berbagai macam “aset” telah dikerahkan dalam proses pencarian, antara lain 13 kapal patroli laut, lima helikopter, tiga kapal milik pemerintah, dan delapan kapal penangkap ikan yang berada di sekitar lokasi tenggelamnya Geumseongsusan 135.
Dalam perkembangan terakhir pada 9 November malam, menurutnya, sudah ditemukan satu jenazah ABK berkewarganegaraan Korea Selatan dalam kapal yang karam tersebut. Ia juga mengungkapkan, upaya untuk mengangkat kapal tenggelam di kedalaman sekitar 90 meter itu sedang dilakukan.
Judha berharap dua ABK asal Indonesia, 9 ABK Korea Selatan yang masih hilang dapat ditemukan dalam keadaan selamat.
Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan menjelaskan bekerja di atas kapal ikan merupakan salah satu jenis pekerjaan berisiko tinggi karena berada di tengah samudera serta jauh dari akses komunikasi dan keselamatan.
“Kedua, kerentanan ini memang sebaiknya diantisipasi oleh operator kapal dengan menyediakan alat keselamatan kerja dan kesehatan di atas kapal. Ketiga, kami melihat Korea Selatan merupakan salah satu negara yang sangat peduli terhadap keselamatan kerja di atas kapal ikan,” ujarnya.
Dari kronologisnya, Kapal Geumseongsusan 135 tenggelam karena ada gelombang tinggi ketika sedang melakukan pemindahan ikan-ikan hasil tangkapan ke kapal lain di tengah laut.
Abdi menjelaskan sarana keselamatan kerja di atas kapal ikan itu biasanya pelampung, sarana komunikasi, perahu karet untuk evakuasi kalau ada keadaan darurat. Dia belum bisa memastikan apakah sarana standar tersebut tersedia di atas kapal yang tenggelam di perairan Jeju karena detail peristiwa belum diperoleh.
Dia menambahkan terkait apakah standar operasi prosedur dan standar keselamatan kerja sudah dipenuhi atau belum oleh kapal Geumseongsusan 135, pihaknya masih menunggu hasil evaluasi yang dilakukan oleh pihak berwenang di Korea Selatan terhadap Kapal itu.
Abdi meyakini seperti para awak kapal penangkap ikan di Jepang, ABK yang bekerja di kapal penangkap ikan Korea Selatan biasanya direkrut secara legal. Selain itu, katanya, mereka direkrut melalui proses seleksi yang cukup ketat oleh agen perekrut atau perusahaan kapal.
Menurutnya, biasanya calon awak kapal penangkap ikan di Jepang dan Korea Selatan harus memenuhi syarat antara lain memiliki pengalaman kerja di kapal penangkap ikan, mempunyai keterampilan teknis dalam mengoperasikan alat tangkap ikan, dan mengerti percakapan dalam bahasa Korea.
Dia mengatakan rata-rata ABK asal Indonesia yang bekerja kapal Korea Selatan berasal dari wilayah pantai utara Jawa. [fw/ab]