Ilustrasi. Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan Kepala Kepolisian RI tidak bisa memberikan tugas kepada polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil. (Foto ilustrasi: AI)
Putusan Mahkamah Konstitusi menegaskan polisi aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil tanpa mundur atau pensiun. Aturan ini mempertegas batasan netralitas dan mencegah tumpang tindih kewenangan.
JAKARTA | Mahkamah Konstitusi (MK) baru aja ngegas dan bikin aturan super tegas: polisi aktif nggak boleh isi jabatan sipil, kecuali mereka resign atau pensiun dulu dari Polri. Jadi nggak ada lagi cerita “nyambi jabatan sipil” sambil tetap pakai seragam.
Putusan ini keluar lewat amar putusan nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang diajukan dua pemohon: Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite keduanya mahasiswa sekaligus advokat muda. MK mengabulkan permohonan itu full, tanpa potongan sama sekali.
“Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di ruang sidang MK, Kamis (13/11).
Apa sih intinya putusan MK ini?
Pasal 28 ayat (3) UU Polri sebenarnya sudah jelas banget: Anggota Polri boleh menduduki jabatan di luar kepolisian asal sudah mengundurkan diri atau pensiun.
Penjelasan pasalnya juga nambahin bahwa “jabatan di luar kepolisian” itu ya jabatan yang nggak ada sangkut pautnya sama Polri.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur memperjelas lagi:
“Secara substansial, ketentuan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.”
Ridwan bahkan bilang aturan itu sudah sangat jelas expressis verbis nggak perlu ditafsir macam-macam lagi.
Menurutnya, kalau nunjuk jabatan sipil, acuan paling pas itu UU ASN (UU 20/2023). Jabatan sipil itu masuk kategori jabatan ASN: ada yang manajerial, ada yang non-manajerial.
Kasusnya mulai ramai gara-gara daftar pejabat ini…
Dalam permohonan, para pemohon ngasih daftar polisi aktif yang sekarang duduk di jabatan sipil. Di antaranya:
Komjen Pol Setyo Budiyanto — Ketua KPK
Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho — Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan
Komjen Pol Panca Putra Simanjuntak — Lemhanas
Komjen Pol Nico Afinta — Sekjen Kemenkumham
Komjen Pol Marthinus Hukom — Kepala BNN
Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo — Kepala BSSN
Komjen Pol Eddy Hartono — Kepala BNPT
Irjen Pol Mohammad Iqbal — Irjen DPD RI
Para pemohon menilai praktik ini bikin netralitas aparatur negara jadi kabur, dan ngerusak meritokrasi di jabatan sipil.
Ada perbedaan pendapat di antara hakim MK
Putusan ini memang dikabulkan, tapi ada dua warna pendapat:
1. Concurring Opinion – Arsul Sani
Arsul setuju dikabulkan, tapi dengan alasan berbeda. Dia menyoroti frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang menurutnya bisa jadi celah buat tafsir liar dan memperluas kewenangan secara berlebihan.
2. Dissenting Opinion – Daniel Yusmic & Guntur Hamzah
Keduanya menilai masalah ini bukan soal konstitusionalitas norma, tapi masalah implementasi aturan di lapangan. Jadi menurut mereka permohonan harusnya ditolak.
Jadi, efek putusan ini apa?
Polisi aktif harus mundur/pensiun kalau mau ambil jabatan sipil.
Penugasan Kapolri nggak bisa lagi dipakai buat “mengisi jabatan sipil” seenaknya.
Praktik rangkap jabatan makin sulit dilakukan.
Penegasan soal netralitas dan profesionalitas Polri makin kuat.
Putusan ini juga bakal jadi rujukan baru untuk kementerian/lembaga yang selama ini mengangkat pejabat dari unsur kepolisian aktif.
KESIMPULAN
MK bikin garis tegas: seragam biru dan kursi jabatan sipil itu nggak bisa disatuin. Kalau mau pindah, ya harus lepas salah satu. Clear, rapi, dan tanpa abu-abu. Indonesia butuh aparatur yang netral dan nggak rangkap kepentingan dan MK memastikan aturannya jalan.