Bendera nasional Israel terbakar saat para pengunjuk rasa berdemonstrasi menentang Israel menyusul terbunuhnya pemimpin Hizbullah Lebanon Sayyed Hassan Nasrallah dalam serangan udara Israel di Beirut, dekat Konsulat Israel di Istanbul, Turki, 29 September 2024. (photo: REUTERS/Umit Bektas)
Israel dituding pakai teknologi AI dan drone pembunuh di perang Gaza. Lebih dari 62 ribu warga Palestina tewas, termasuk hampir 19 ribu anak. Beneran robot AI jadi algojo manusia? Cek faktanya.
JAKARTA | 62 Ribu Nyawa Melayang Sejak 2023. Sejak perang Gaza meledak Oktober 2023, angka korban jiwa makin bikin merinding. Data terbaru Kantor Media Pemerintah Gaza (20/8/2025) nyebutin 62.000 warga Palestina tewas, dan dari angka segila itu ada 18.885 anak yang jadi korban.
Fakta ini dikutip Aljazeera, nunjukin gimana dahsyatnya perang modern di abad ke-21. Dan di balik serangan masif itu, ada satu faktor penting: teknologi perang berbasis AI.
Israel dan “Robot Pembunuh”
Bukan rahasia lagi kalau Israel punya kekuatan militer yang gila-gilaan canggih. The New York Times di 2023 sempet ngebocorin bahwa mereka lagi kembangin senjata super dengan memanfaatkan artificial intelligence (AI).
Bentuknya? Drone AI yang bisa otomatis deteksi, kunci, dan tembak target tanpa campur tangan manusia. Bukan cuma Israel, tapi AS dan China juga udah main di arena yang sama.
Tapi kritiknya jelas: kalau mesin bisa nentuin hidup-mati orang, apa manusia masih punya kontrol?
Debat Panas di PBB: Stop atau Gas AI?
Beberapa negara udah melobi PBB biar ada aturan internasional yang nge-ban penggunaan AI buat bikin drone pembunuh. Tapi, kayak biasa, AS ogah setuju.
Israel, Rusia, dan Australia pun ikut satu suara sama AS. Alasannya? Mereka nggak mau ada pembatasan pengembangan teknologi militer.
Alexander Kmentt, negosiator dari Austria, bilang ke NYT:
“Isu ini adalah poin paling signifikan buat masa depan kemanusiaan.”
Menurut dia, senjata otomatisasi bisa bikin dunia berubah fundamental dan tentu aja rawan bikin masalah hukum sama etika.
Fakta Lapangan: AI Udah Dipakai di Gaza
Kalau kata Time (Desember 2024), perang AI bukan lagi sekadar imajinasi film robot pembunuh. Di Gaza, sistem AI udah beneran dipake buat nentuin siapa yang jadi target.
Ada beberapa program yang disebut:
The Gospel → kasih rekomendasi gedung/struktur tempat militan Hamas kemungkinan sembunyi.
Lavender → identifikasi orang yang diduga anggota Hamas, dari komandan sampai prajurit biasa.
Where’s Daddy? → tracking HP target buat tahu posisi mereka, sering kali balik ke rumah. Hasilnya? Serangan udara bisa ngehantam satu keluarga sekaligus, bahkan warga sipil di sekitar.
IDF (Pasukan Pertahanan Israel) ngaku mereka emang lagi kembangin sistem kayak gini. Dan ini jadi salah satu alasan kenapa kampanye pengeboman Israel bisa super cepat dan brutal dibanding perang Gaza sebelumnya.
Dari Manual ke AI: Tempo Perang Berubah Total
Veteran militer Israel yang pernah kerja di unit intelijen cerita ke Time. Dulu, buat kumpulin 200 target butuh tim 20 orang, kerja 250 hari nonstop.
Sekarang? Kata Tal Mimran, dosen di Universitas Ibrani dan eks penasihat hukum IDF:
“AI bisa selesain dalam seminggu.”
Cepat sih, tapi harga yang dibayar: puluhan ribu nyawa warga sipil.
Kenapa Ini Jadi Isu Global?
Bukan cuma soal Gaza, tapi soal masa depan perang dunia. Kalau AI dikasih wewenang jadi “hakim sekaligus algojo”, apa manusia siap dengan konsekuensinya?
Robot pembunuh bukan lagi teori di film sci-fi, tapi udah jadi realitas di medan perang. Dan itu yang bikin banyak pihak khawatir: AI bisa jadi senjata paling mematikan dalam sejarah.
👉 Jadi, beneran ada robot pembunuh Israel? Jawabannya: ya, AI udah dipake buat eksekusi target di Gaza. Tapi bukan robot humanoid kayak di film, melainkan sistem algoritma, drone, dan software cerdas yang bikin keputusan secepat kilat dan taruhannya nyawa manusia.