Connect with us

Kiamat Driver Online Makin Dekat, Robotaxi Serbu Jalan di AS dan China

Science and Technology

Kiamat Driver Online Makin Dekat, Robotaxi Serbu Jalan di AS dan China

Mobil tanpa pengemudi oleh Apollo Go, layanan robotaxi Baidu, melaju di jalan di Wuhan, provinsi Hubei, Cina, 19 Juli 2024. (REUTERS/Sarah Wu)

JAKARTA | Isu soal “kiamat driver online” makin santer terdengar. Kedatangan kendaraan otonom alias robotaxi kini bukan sekadar wacana, tapi sudah jadi kenyataan yang mulai mengancam pekerjaan jutaan sopir taksi online di seluruh dunia. Di balik kemajuan teknologi ini, ada sisi gelap yang bikin para pekerja khawatir bakal kehilangan mata pencaharian.

Waymo, anak perusahaan Alphabet (induk Google), jadi salah satu pelopor tren ini. Mereka baru aja melebarkan sayap layanan robotaxi ke area yang lebih luas di sekitar San Francisco Bay Area, seperti Mountain View, Los Altos, Palo Alto, dan Sunnyvale, California. Sejak pertama kali diluncurkan pada Juni 2024 lalu, Waymo udah berhasil melayani 200.000 perjalanan berbayar per minggu di San Francisco, Los Angeles, dan Phoenix.

“Membuka layanan ride-hailing otomatis kami di Silicon Valley adalah pencapaian spesial bagi perjalanan kami di Bay Area,” kata Product Chief Waymo, Saswat Panigrahi, dalam pernyataannya, dikutip Rabu (12/3/2025) dari CNBC International.

Tapi Waymo gak sendirian. Persaingan di industri ini semakin panas, baik di Amerika Serikat maupun China. Perusahaan kayak Tesla, Zoox (milik Amazon), Cruise (didukung General Motors), hingga raksasa teknologi asal China seperti Baidu Apollo dan Pony.ai juga lagi berlomba-lomba ngembangin robotaxi mereka masing-masing.

China: Surganya Robotaxi

China emang jadi salah satu negara paling agresif dalam pengembangan mobil tanpa sopir. Data tahun 2024 menunjukkan ada 19 kota di China yang udah ngizinin uji coba robotaxi dan robobus. Salah satu pemain besar di sana adalah Baidu Apollo , yang berencana ngoperasikan 1.000 robotaxi di Wuhan akhir tahun ini dan ekspansi ke 100 kota pada 2030 mendatang.

Pesaing lainnya, Pony.ai , yang dibekingi Toyota Motor, juga udah punya 300 robotaxi dan berencana nambah jadi 1.000 unit pada 2026. Meski begitu, mereka sadar bahwa butuh waktu sekitar 5 tahun buat bisa mencetak profit secara berkelanjutan.

Ada juga WeRide , perusahaan yang nggarap robotaxi, bus, bahkan penyapu jalan. Sementara itu, AutoX , didukung Alibaba Group, udah beroperasi di Beijing dan Shanghai. Bahkan, SAIC Motor udah nyiapin robotaxi sejak akhir 2021 lalu.

Augustin Wegscheider, Managing Director Boston Consulting Group, bilang kalau percepatan pengembangan robotaxi di China didorong oleh kemudahan izin dari pemerintah. Berbeda sama Amerika Serikat yang lebih bertahap dalam implementasi teknologi ini.

AS vs China: Beda Pendekatan Soal Keamanan

Di Amerika Serikat, keamanan jadi isu utama dalam pengembangan robotaxi. Contohnya, Cruise yang dibekingi General Motors sempet menghentikan operasionalnya setelah salah satu kendaraannya menabrak area pejalan kaki tahun lalu. Sekarang, mereka cuma fokus di tiga kota dan memprioritaskan keamanan.

Sementara itu, di China, meskipun ada insiden keamanan juga, otoritas lebih longgar dalam memberikan izin uji coba demi mendukung tujuan ekonomi. Ini bikin perkembangan robotaxi di China jauh lebih cepat ketimbang di AS.

Jutaan Sopir Terancam Nganggur

Nah, yang bikin miris adalah dampak sosial dari fenomena ini. Di China, ada sekitar 7 juta sopir online yang terdaftar—angka ini jauh lebih tinggi dibanding dua tahun lalu yang cuma 4,4 juta orang. Banyak dari mereka beralih jadi sopir karena susahnya bursa kerja akibat perlambatan ekonomi.

Liu Yi (36 tahun), salah satu sopir online di Wuhan, mengaku khawatir bakal kehilangan pekerjaan karena sistem Full Self-Driving (FSD) milik Tesla yang katanya bakal masuk ke China. Liu yang baru mulai kerja paruh waktu sebagai sopir online tahun ini ngerasa ancaman ini semakin dekat.

“Saya khawatir teknologi ini bakal bikin kami nganggur,” kata Liu.

Wang Guoqiang (63 tahun), sopir senior lainnya, juga merasakan hal yang sama. Menurutnya, ride-hailing adalah salah satu pekerjaan yang masih bisa diandalkan oleh kelas bawah.

“Kalau industri ini hilang, apa yang tersisa buat kami?” tanyanya dengan nada khawatir.

Masa Depan Penuh Tanda Tanya

Robotaxi emang ngasih banyak manfaat, mulai dari efisiensi biaya sampai pengurangan risiko kecelakaan akibat kelalaian manusia. Tapi di sisi lain, teknologi ini juga bawa tantangan besar, terutama buat jutaan orang yang bergantung pada pekerjaan sebagai sopir.

Apakah robotaxi bakal benar-benar jadi momok bagi driver online? Atau malah bakal nyiptain lapangan kerja baru di industri teknologi? Jawabannya masih abu-abu, tapi satu hal yang pasti: era mobil tanpa sopir udah ada di depan mata, dan kita semua harus siap menghadapinya.

sumber cnbcindonesia

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Science and Technology

FLASH UP NEWS: Kerugian Kebakaran Los Angeles Capai 2.400 Triliun Rupiah
DDSC EPS 2: "RUDAPAKSA ANAK PANTI"
ALL YOU CAN HEAR: ELFA'S SINGERS BAKALAN NGAJAK FERDY ELEMENT GABUNG??????

Facebook

Culture

To Top