Timnas Indonesia gagal lolos ke Piala Dunia 2026. (Foto: PSSI)
Keesh Sundaresan, pundit sepak bola asal Malaysia, menilai pergantian pelatih dari Shin Tae-yong ke Patrick Kluivert bikin proyek jangka panjang Timnas Indonesia ambyar.
JAKARTA | Timnas Indonesia Gagal ke Piala Dunia 2026: Pengamat Malaysia Buka-bukaan Soal “Blunder” PSSI
Kegagalan Timnas Indonesia melangkah ke Piala Dunia 2026 ternyata bukan cuma soal taktik di lapangan. Ada yang bilang, masalahnya udah mulai dari atas tepatnya dari keputusan PSSI buat ganti Shin Tae-yong (STY) dengan Patrick Kluivert di tengah jalan.
Pendapat itu datang dari Keesh Sundaresan, pengamat sepak bola asal Malaysia, yang selama ini sering ngikutin perkembangan Garuda. Lewat analisisnya di platform X (dulu Twitter), Keesh terang-terangan bilang kalau keputusan itu mengganggu konsistensi proyek besar yang udah dibangun STY dari awal.
“Mimpi Piala Dunia bagi Indonesia resmi berakhir. Sebuah proses yang dimulai dua tahun lalu, kini harus berakhir dengan patah hati malam ini,” tulis Keesh, Minggu (12/10/2025).
Dari Euforia ke Kekecewaan
Perjalanan Timnas di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia emang berakhir pahit. Dua laga terakhir di Grup B babak keempat semuanya kalah 2-3 dari Arab Saudi, lalu 0-1 dari Irak. Pertandingan yang digelar di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, Minggu (12/10/2025) dini hari WIB itu jadi penutup tragis buat Garuda, yang finis di posisi buncit tanpa poin.
Padahal, pencapaian Indonesia sebelumnya luar biasa banget. Garuda jadi satu-satunya tim Asia Tenggara yang berhasil tembus ke babak keempat sesuatu yang belum pernah kejadian dalam sejarah sepak bola nasional.
Tapi sayangnya, momentum manis itu berhenti justru saat kursi pelatih berganti.
Keesh: “Masalahnya Bukan di Pemain, Tapi di Konsistensi”
Menurut Keesh, kegagalan ini bukan karena kesalahan pemain atau strategi semata. Yang paling fatal, katanya, adalah hilangnya kesinambungan proyek jangka panjang gara-gara pergantian pelatih.
“Akan mudah menyalahkan pemain atau emosi di lapangan. Tapi pertanyaannya: apakah melepas STY itu keputusan yang tepat?” tulisnya.
Dia lanjut menyoroti bahwa Patrick Kluivert, meski punya nama besar di dunia sepak bola Eropa, belum tentu cocok sama kultur dan karakter sepak bola Asia.
“Apakah dia punya pengalaman di Asia? Apakah staf kepelatihannya paham karakter pemain lokal? Dan apakah sistemnya bisa maksimalkan potensi pemain Indonesia?”
Kritiknya ini langsung rame diperbincangkan di media sosial karena dianggap menyentuh poin sensitif yang selama ini juga dipertanyakan banyak fans Garuda.
Pelajaran Buat PSSI: Jangan Ulangi Kesalahan Sama
Keesh juga ngasih catatan penting buat PSSI. Katanya, kesuksesan nggak bisa dibangun cuma karena nama besar atau popularitas pelatih. Butuh konsistensi dan kesabaran buat bikin pondasi kuat.
“Keputusan besar seperti ini seharusnya nggak diambil hanya demi citra. Indonesia sudah di jalur yang benar, tapi kini harus mulai lagi dari nol,” tambahnya.
Dia berharap, kegagalan kali ini bisa jadi wake-up call buat federasi. Soalnya, menurut dia, proses yang udah dibangun STY dari bawah itu sebenarnya tinggal butuh waktu buat matang.
Tetap Salut Buat Timnas dan Fans
Meski kritiknya tajam, Keesh tetap kasih apresiasi tinggi buat para pemain dan suporter Indonesia.
“Perjalanan tim ini luar biasa untuk diikuti. Terima kasih telah mengizinkan kami semua menjadi bagian darinya,” tulisnya menutup utas.
Dia juga bilang kalau patah hati kali ini justru bukti kalau sepak bola Indonesia udah naik level.
“Untuk saat ini, mari kita rangkul rasa sakit ini. Karena inilah jenis patah hati yang nggak banyak dialami oleh negara Asia Tenggara.”
Analisis Akhir
Komentar dari Keesh Sundaresan ini nunjukin bahwa dari kacamata luar, masalah utama Timnas Indonesia bukan di semangat pemain, tapi di arah kebijakan yang berubah di tengah jalan. Pergantian pelatih di saat momentum lagi bagus justru bikin fondasi yang udah dibangun bertahun-tahun ambruk sebelum sempat mencapai puncaknya.
Sekarang tinggal PSSI apakah mereka bakal menjadikan momen ini sebagai refleksi dan bahan restrukturisasi jangka panjang, atau bakal ngulang kesalahan yang sama?
Karena jujur aja, buat jutaan fans Garuda, mimpi tampil di Piala Dunia belum mati cuma ditunda.