JAKARTA | Film Jumbo, karya Visinema Studios, telah mencetak sejarah sebagai film animasi terlaris di Asia Tenggara. Dalam dua pekan penayangannya, film ini ditonton lebih dari 4 juta orang, dengan pendapatan mencapai US$8 juta (sekitar Rp134 miliar). Di Indonesia sendiri, Jumbo menjadi film animasi terlaris sepanjang masa, melampaui Si Juki the Movie (2017).
Di balik kekaguman terhadap visual dan lagu-lagu yang menyentuh, film garapan sutradara Ryan Adriandhy ini mengangkat tema yang jarang diangkat dalam film anak-anak: duka kehilangan orang tua. Kisahnya mengikuti Don, anak bertubuh besar yang dijuluki “Jumbo,” dalam petualangan penuh emosi dan fantasi bersama sesosok arwah bernama Meri.
Meski menuai pujian, kehadiran tokoh hantu dalam cerita menuai pro-kontra. Sebagian orang tua dan warganet mengkritik unsur mistik, menyebutnya “tidak mendidik” atau bahkan menyinggung nilai keagamaan. Namun, banyak pula yang melihat pendekatan film ini sebagai cara anak memproses duka secara alami.
Visinema Pictures
Imajinasi sebagai Proses Pemulihan
Menurut psikolog klinis Olphi Disya Arinda, imajinasi merupakan sarana penting bagi anak-anak dalam menghadapi kesedihan. “Imajinasi memberikan anak-anak ‘ruang aman’ untuk mengekspresikan emosinya, terutama saat kehilangan orang yang dicintai,” ujar Disya.
Ia menekankan bahwa ini bukan tanda gangguan, tetapi justru cara sehat anak-anak menjaga ikatan emosional dan menenangkan diri. Imajinasi membantu anak membentuk makna dari kehilangan, sekaligus menjadi bagian dari proses pemulihan emosional.
Warisan Dongeng dan Mitologi Nusantara
Kritik soal keberadaan hantu di film anak tak terlepas dari budaya dan nilai yang diyakini masyarakat. Namun, dalam buku Jagapati Bumi: Mitos-mitos Pengawal Nusantara (Kemendikbud Ristek, 2023), disebutkan bahwa mitos, dunia gaib, dan cerita spiritual telah menjadi bagian dari kisah-kisah rakyat di seluruh pelosok Indonesia selama ratusan tahun.
Mitos bukan sekadar hiburan, melainkan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan menjaga keseimbangan alam (butala) oleh para “jagapati” – penjaga bumi.
Suara Penonton: Sedih tapi Bahagia
Azelia (37), seorang penonton bersama keluarganya, menyebut film ini sebagai “animasi Indonesia terbaik sampai sekarang”. Ia mengaku anak-anaknya menangis karena tersentuh, namun tetap bahagia setelah menonton. “Ceritanya menyentuh dan penuh makna. Kami jadi ngobrol soal kehilangan dan rasa takut, tapi dengan cara yang ringan,” katanya.
Meski mengandung unsur hantu, ia tidak mempermasalahkan, asal orang tua memberikan penjelasan. “Saya bilang ke anak-anak, hantu di film itu cuma cerita. Ada makhluk bernama jin, tapi mereka enggak bisa ganggu manusia. Jadi enggak usah takut,” jelasnya.
Antara Fantasi dan Realita
Terlepas dari pro-kontra, Jumbo berhasil membuka percakapan penting tentang cara anak-anak memahami kehilangan. Dengan balutan animasi indah, musik menyentuh, dan narasi penuh empati, film ini membuktikan bahwa animasi lokal mampu menyampaikan pesan yang dalam tanpa kehilangan sentuhan magisnya.
Kalian udah nonton filmnya? ayok dong komen dibawah .