Di antara hiruk pikuk kehidupan modern, banyak yang terlupa pada fenomena sosial yang kian mencengkeram sekelompok masyarakat kita: Generasi Sandwich. Sebutan untuk individu yang terhimpit tanggung jawab ganda, yakni mengurus orang tua yang lanjut usia sekaligus membesarkan anak-anak mereka sendiri. Situasi ini ibarat terjepit roti lapis, tak kuasa melepaskan beban di kedua sisi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 menunjukkan, populasi lansia di Indonesia terus meningkat. Angkanya mencapai 9,71% dari total penduduk, atau sekitar 27,16 juta jiwa. Di sisi lain, tingkat kesuburan yang menurun membuat keluarga inti cenderung menampung anggota keluarga lain. Tak heran, semakin banyak individu yang terjebak dalam dilema Generasi Sandwich.
Ilustrasi beban finansial
Beban finansial menjadi momok utama. Penghasilan generasi ini dipaksa memenuhi kebutuhan tiga generasi sekaligus. Biaya kesehatan orang tua yang kian tinggi bersanding dengan kebutuhan pendidikan dan hidup anak-anak mereka. Tak jarang, para orang tua diharuskan kembali bekerja di usia senja.
Tak hanya keuangan, Generasi Sandwich menghadapi tekanan emosional dan psikologis yang berat. Mereka dihadapkan pada tuntutan waktu dan tenaga. Mengantar orang tua ke dokter, mengurus keperluan rumah, membantu anak belajar, hingga sekadar memberi perhatian, semuanya harus dilaksanakan dalam 24 jam yang sama. Kehidupan pribadi pun kerap terabaikan, berujung pada stres, kelelahan, hingga depresi.
Pemerintah dan masyarakat belum sepenuhnya sigap menghadapi fenomena ini. Jaminan sosial bagi lansia masih terbatas, sementara fasilitas penitipan anak yang terjangkau dan berkualitas pun belum merata. Akibatnya, banyak Generasi Sandwich terpaksa mengorbankan mimpi dan kesempatan mereka sendiri demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Menyikapi kondisi ini, diperlukan solusi komprehensif dan berkesinambungan. Peningkatan jaminan kesehatan dan tunjangan sosial bagi lansia, perluasan layanan dan subsidi penitipan anak, serta pembinaan pola asuh multigenerasi harus menjadi prioritas. Generasi muda juga perlu mempersiapkan diri secara finansial dan mental untuk menghadapi kemungkinan terjebak dalam situasi serupa.
Di balik tekanan, Generasi Sandwich juga menyimpan nilai luhur. Mereka adalah tulang punggung keluarga, jembatan antara generasi, dan bukti nyata kekuatan cinta dan tanggung jawab. Namun, kita tak boleh membiarkan mereka terus terjepit. Mendorong perubahan struktural dan memupuk dukungan sosial, itulah kunci agar Generasi Sandwich tak lagi merasa terjebak, melainkan tertanggapi dengan penuh kepedulian dan solusi.
Jangan biarkan Generasi Sandwich menjadi fenomena bisu. Mari menjadi masyarakat yang responsif, saling bahu-membahu meringankan beban mereka, dan bersama membangun sistem sosial yang lebih inklusif dan berpihak pada keluarga.