Ilustrasi. Gen Z mulai ketergantuan dengan ChatGPT. (Ilustrasi: AI)
Dari nulis CV sampai nego gaji, Gen Z blak-blakan ngaku lebih percaya AI buat nentuin masa depan karier mereka. Tapi, cuma 3% yang nyesel. Kok bisa?
JAKARTA | Guys, jujur deh, siapa di sini yang dikit-dikit nanya ChatGPT? Mulai dari bikin caption Instagram, ngerjain tugas kuliah, sampai… nentuin mau kerja apa. Kalau lo salah satunya, you are not alone. Fenomena Gen Z ramai-ramai minta nasihat ke ChatGPT soal karier ternyata bukan isapan jempol belaka, dan levelnya udah bisa dibilang ketergantungan akut.
Sebuah studi dari Southeastern Oklahoma State University yang dilansir Fortune baru-baru ini nge-spill data yang cukup mencengangkan. Ternyata, generasi kita, Gen Z, adalah generasi yang paling getol curhat dan konsultasi sama ChatGPT buat urusan kerjaan.
Hasilnya gimana? Cuma 3% yang ngerasa nyesel udah ngikutin saran dari si robot pinter ini. Ninety-seven percent satisfaction rate? Not bad at all!
Kenapa Gen Z Lebih Percaya AI Dibanding Manusia?
Zaman sekarang emang beda. Kalau dulu orang bingung mau kerja apa nanyanya ke guru BP atau orang tua, sekarang kita tinggal buka tab baru dan ketik: “ChatGPT, gue bagusnya kerja apa ya?”
Studi tersebut nunjukkin kalau lebih dari separuh anak muda Amerika emang lagi galau dan kepikiran buat career switch. Nah, Gen Z jadi juaranya dengan angka 57%, ngalahin tipis generasi milenial (55%) dan Gen X (50%). Di tengah pasar kerja yang kompetitifnya minta ampun, setiap “contekan” atau keuntungan sekecil apa pun buat kita jadi berharga banget.
Makanya nggak heran kalau sekitar 42% profesional muda iya, hampir setengahnya! pakai AI buat figure out jalan karier mereka. Angka ini jauh di atas milenial (34%), Gen X (29%), bahkan baby boomer yang cuma 23%.
Ketergantungan ini nggak cuma sebatas milih mau ngelamar ke mana, tapi udah jadi bestie selama proses pencarian kerja.
Dari Nulis CV Sampai Latihan Interview, Semua Dibantu AI
Coba kita bedah lebih dalam, dipakai buat apa aja sih ChatGPT ini sama Gen Z?
Nulis CV & Surat Lamaran: Ini yang paling banyak! Sekitar 43% Gen Z ngaku pakai AI buat bikin CV dan cover letter mereka jadi lebih kece dan lolos sistem ATS (Applicant Tracking System).
Eksplorasi Pekerjaan Baru: Sebanyak 28% pakai AI buat riset dan nemuin profesi-profesi baru yang mungkin belum pernah kepikiran sebelumnya.
Identifikasi Kerjaan Gaji Gede: Nah, ini penting. Sekitar 19% ngandelin AI buat nge-list pekerjaan apa aja yang lagi banyak dicari (high demand) dan tentunya punya gaji tinggi.
Persiapan Wawancara: Latihan jawab pertanyaan interview? Tanya ChatGPT. Bingung mau nego gaji berapa? Tanya ChatGPT. AI udah kayak career coach pribadi yang siap sedia 24/7.
Plot Twist: AI Membantu, Tapi Sekaligus Jadi “Musuh”
Tapi, di sinilah letak ironinya. Di saat kita lagi asyik-asyiknya manfaatin AI buat dapet kerja, di sisi lain, perkembangan AI yang masif di berbagai industri justru jadi salah satu alasan kenapa banyak perusahaan melakukan pengurangan karyawan alias layoff.
Kenyataan pahitnya, persaingan buat fresh graduate makin ketat. Laporan dari SignalFire nunjukkin kalau rekrutmen lulusan baru di 15 perusahaan teknologi raksasa turun lebih dari 50% sejak 2019. Dulu, sebelum pandemi, fresh grad bisa ngisi 15% dari total rekrutmen di Big Tech. Sekarang? Angkanya anjlok jadi cuma 7%.
Tantangannya jadi super berat, sampai-sampai muncul fenomena yang lebih kagetin lagi. Studi yang sama nemuin fakta kalau 77% pencari kerja sampai minta bantuan orang tua mereka buat nemenin pas wawancara, bantu negosiasi gaji, bahkan ikut campur kalau ada konflik di tempat kerja. Yes, you read that right.
Jadi, di satu sisi, Gen Z sangat bergantung pada teknologi canggih seperti ChatGPT untuk menavigasi dunia karier yang rumit. Tapi di sisi lain, tantangan yang dihadapi juga makin berat, sebagian karena dampak dari teknologi itu sendiri.
Gimana menurut lo? Apakah ketergantungan pada AI ini sebuah langkah cerdas buat bertahan, atau justru bikin kita jadi makin rapuh? Let’s discuss.