Hidup manusia tak lepas dari yang namanya berbagai macam kejadian. Terkadang kita mengalami pasang dan surut. Kadang kala kita pasti pernah mengalami saat di mana rasa sedih hingga putus asa, tapi kita juga pasti pernah mengalami masa senang dan bahagia dalam hidup.
Orang-orang yang saat ini sedang sakit, atau keluarganya ada yang sakit, atau ditinggal selamanya oleh orang yang dikasihinya, pada dasarnya sedang diuji oleh Allah. Ujian yang Allah berikan ini adalah bukti cinta kepadanya. Mengapa Allah cinta pada seseorang namun sepertinya membuatnya sengsara? Bagi orang kebanyakan, khususnya yang tidak beriman atau lemah iman, barangkali akan berpikiran seperti itu. Namun tidak demikian bagi orang beriman yang diuji tersebut. Orang yang beriman akan yakin, bahwa:
pertama : Allah tidak akan memberikan beban ujian kecuali kita sanggup menanggungnya. Allah berfirman
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya….” (QS Al Baqarah : 286)
Kedua, orang itu yakin seiring dengan musibah yang Allah berikan padanya maka Ia (Allah) juga menurunkan kesabaran bagi dirinya. Kesabaran itulah yang membuat ia mampu menanggung beratnya beban musibah dan berhasil melewatinya dengan sukses. Seperti halnya dalam proses komputasi, ketika aktifitas ringan yang dilakukan (misal: mengetik) maka Voltage, package core berada dalam “eco mode”, tetapi ketika harus bekerja berat spt misal proses “rendering” maka akan berubah menjadi “turbo/power mode”. Demikian halnya dengan kita, ketika Allah uji kita dengan musibah, maka Allah akan beri kita ”power mode”. Dengan mode ini kita akan lebih mudah mengarungi dinamika kehidupan ini.
Ketiga, orang ini yakin ujian yang tengah diberikan kepada adalah bentuk kecintaan Allah padanya. Ujian tersebut adalah bukti bahwa Allah memberikan perhatian luar biasa kepada dirinya. Allah punya maksud ”sesuatu” pada dirinya.
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani). Kalau Allah cinta maka ujian bukan sebuah derita. Kita akan sabar, ikhlas dan ridha menjalaninya. Itulah pola pikir (islamic worldview) yang seharusnya ada pada diri seorang muslim. Jika Allah sudah cinta, maka ujian apapun sudah tidak dia rasakan sebagai derita.
Adapun kematian bagi kita sebagai manusia dan sudah tentu juga berlaku untuk makhluk hidup lainnya adalah merupakan suatu kepastian. Bahwa semua yang bernyawa pasti akan mati, yakni ditandai dengan lepasnya nyawa (ruh) dari badan. Apalagi bagi seorang muslim, kematian adalah pintu masuk (awal) bagi kehidupan/alam baru yakni alam akhirat, dimana semua yang ada di dalam nya akan abadi (kekal) selamanya. Dan inilah sesungguhnya yang menjadi terminal/tujuan akhir kehidupan kita sebagai manusia.
Bagi seorang muslim, seyogyanya kehidupan setelah kematian itulah yang perlu mendapat perhatian serius. Apa dan bagaimana amal perbuatan kita yang akan diperlihatkan dan dipertanggungjawabkan dihadapan Yang Maha Pencipta. Dan itu semua hanya bisa dilakukan ketika kita berada di kehidupan dunia ini.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiya : 35).
Menyiapkan bekal amal perbuataan yang baik dan berkualitas adalah menjadi keharusan bagi kita sebagai muslimin sekaligus mukminin. Dan kehidupan di dunia ini menjadi ’opportunity’ bagi kita untuk bisa mengumpulkan dan menabung sebanyak-banyaknya amal sholeh. Dengan demikian maka jangan sampai kita semua bertindak dan menyebabkan bahkan mempercepat datangnya kematian.
Sedangkan kita yang masih hidup ini, seharusnya semakin sadar bahwa segala sesuatu yang kita punya hanya sekedar dipinjami. Dipinjami nyawa, dipinjami pasangan hidup, dipinjami anak-anak yang menyejukkan hati, dipinjami rumah, dipinjami kendaraaan, dipinjami oksigen, dipinjami kesehatan dan sebagainya.
Allah juga berfirman di banyak ayat, di antaranya,
لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ ٱلثَّرَىٰ“Kepunyaan Allah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara keduanya dan apa-apa yang ada di bawah tanah.” (Thaha: 6)
Artinya, dalam keyakinan kita umat Islam, semua yang ada di dunia ini termasuk nyawa kita, nyawa pasangan kita, nyawa orang tua kita dan nyawa orang-orang yang kita kasihi lainnya adalah milik Allah. Sudah sewajarnya yang memiliki sesuatu itu mau mengambilnya atau tidak, itu terserah Yang Maha Memiliki dan tidak ada daya bagi kita untuk mencegahnya. Maka bersabarlah terhadap apa yang telah menjadi ketetapan Allah, karena semua yang ada hanyalah sekedar titipan.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ “Ya Allah, ampunilah seluruh kaum muslimin dan kaum muslimat, kaum mukminin dan kaum mukminat, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, Sesungguhnya, Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar, Mahadekat, Dzat yang mengabulkan doa.